Benny Tjokro dan Heru Hidayat Ditetapkan Tersangka Kasus Asabri

Benny Tjokro dan Heru Hidayat Ditetapkan Tersangka Kasus Asabri

majalah.tempo.co

 

Benny Tjokro dan Heru Hidayat Ditetapkan Tersangka Kasus Asabri – Penyidik ​​Kejaksaan Agung telah menetapkan Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat sebagai tersangka kasus pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi PT Asabri. Leonard Eben Eze Simmanjontak, direktur Kantor Informasi Hukum Jaksa Agung, mengatakan keputusan itu diambil setelah penyidik ​​mengungkapnya. TPPU ditetapkan dari perkara Tindak Pidana Asal, yaitu dalam kasus korupsi pengelolaan dana dan keuangan PT Asabri, TPPU diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 23 triliun.

Benny Tjokro dan Heru Hidayat Ditetapkan Tersangka Kasus Asabri

hillbuzz – Dalam kasus dugaan korupsi Asabri, penyidik ​​mencatat sembilan tersangka. Mereka adalah ARD, SW, HS, BE, IWS, LP, BTS, HH dan JS. Sebelumnya, tersangka JS juga didakwa melakukan pencucian uang. Terkait dugaan pencucian uang BTS dan HH, Leonard melanjutkan, selama 2012-2019, Asabri membeli saham dan produk reksa dana dari kelompok tertentu melalui banyak nominasi yang terkait dengan Benny Tjokro dan Heru Hidayat. Tidak ada analisis dasar dan analisis teknis saat melakukan ini, dan ini hanya untuk pertimbangan formal.

Direktur Utama PT Asabri, Direktur Investasi dan Keuangan, dan Kepala Departemen Investasi sebenarnya bekerja sama dengan Benny Tjokro dan Heru Hidayat, dan menyetujui tata letak investasi hanya berdasarkan analisis formal tata letak reksa dana. Akibatnya, penyertaan saham dan reksa dana Asabri melanggar regulasi sehingga merugikan Rp 23,73 triliun.

Baca Juga : Pengesahan RUU Cipta Kerja Dinilai Abaikan Demokrasi

Oleh karena itu, BTS dan KK selaku pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan kerugian negara dalam hal ini PT Asabri (Persero) ditetapkan sebagai tersangka TPPU yang diduga melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penghapusan Pasal 3 dan / atau Pasal 4. Leonard, seorang pelaku pencucian uang, mengatakan bahwa penyidik ​​akan terus memburu dan menindak siapa pun yang terlibat dalam kasus tersebut. Ia pun meminta masyarakat untuk memantau dan mendukung penyelesaian kasus tersebut.

Biografi Benny Tjokrosaputro

Benny Tjokrosaputro atau biasa dipanggil Benny Tjokro (lahir 15 Mei 1969 di Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia; umur 51) adalah seorang pengusaha asal Indonesia.

Benny adalah anak pertama dari Handoko Tjokrosaputro dan Lita Anggriani. Handoko sendiri merupakan anak dari Kasom Tjokrosaputro, seorang pengusaha batik dan pendiri merek batik Keris.

Selain dikenal sebagai pengusaha, Benny juga dikenal sebagai investor saham.

Karier

Sebelum menjadi pengusaha, Benny adalah seorang investor saham semasa kuliah.

Menurut pemberitaan Benny di media, saat itu ia diundang oleh teman-temannya. Saham pertama yang dia beli berasal dari Ficorinvest, bank tabungan uang saku universitas. Saat itu bank tersebut baru saja tercatat di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia).

Saat itu, ayahnya mengira kegiatan Benny adalah bagian dari perjudian, sehingga Benny dikutuk. Namun, ayahnya membiarkan kelakuan Benny setelahnya.

Dulu ayahnya sering meminta Benny untuk belajar berbisnis agar tidak terus berbisnis saham. Ayah saya mengambil berbagai tindakan saat itu. Namun, karena langkah ini dianggap gagal, ayahnya mengizinkan Benny terjun ke bursa.

Selang beberapa waktu, akhirnya Benny melanjutkan bisnis pakaian ayahnya. Namun, perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan harus melakukan reorganisasi. Benny telah melakukan banyak upaya untuk menyelamatkan industri garmen.

Bisnis tersebut kemudian dikenal sebagai Hanson International, sebuah perusahaan real estate. Saat ini Benny menjabat sebagai presiden direktur perusahaan.

senayanpost.com

Kontroversi

Bagi investor saham Indonesia, secara umum Benny diyakini pandai “berspekulasi” harga saham, sehingga membuat harga mereka lebih tinggi.

Dalam sejarahnya, Benny diduga melakukan penculikan atau “spekulasi” harga saham Bank Pikko (kini Bank J Trust Indonesia) pada 1997.

Benny dan Pendi Tjandra menggunakan 13 akun sekuritas yang berbeda untuk penjualan pendek (transaksi jual tanpa memegang saham apa pun, menggunakan penurunan harga saham sebagai keuntungan). Akibatnya, Benny dan Pendi harus membayar 1 miliar rupiah keuntungan mereka dari transaksi tersebut ke kas negara.

Sejak itu, saksi Benpam (sekarang OJK) menyita dua perusahaan milik Benny, yaitu Manly Unitama Finance dan Hanson Industri Utama (sekarang OJK). Untuk Hansen International. Kedua perusahaan mengumumkan bahwa mereka belum mengkomunikasikan keterbukaan informasi terkait transaksi yang sedang berlangsung.

Manly mengalami masalah karena gagal menggunakan dana hasil penawaran umum perdana secara tepat sesuai dengan laporan distribusi dalam prospektus, sedangkan Hanson bermasalah dengan penjualan aset perusahaan, dan pemegang saham publik tidak meminta persetujuan.

Meski Benny sudah diganggu pelanggaran di pasar modal, Benny masih berada di lantai bursa. Benny masih menguasai Hanson International, Sinergi Megah Internusa dan Bliss Properti Indonesia. Di saat yang sama, keluarga Benny menguasai banyak perusahaan, seperti Rimo International Lestari milik Teddy Tjokrosaputro.

Bagi banyak perusahaan (seperti Siwani Makmur) yang belum dimiliki atau dimiliki lebih dari 5% oleh Benny, istri dan mantan aktris Okky Irwina Savitri, ini belum dihitung.

Baca Juga : Sikap dan Tanggapan Terkini Ketum Demokrat AHY soal KLB Sumut

Benny akhirnya terlibat dalam kasus Jiwasraya.Dalam kasusnya, ia dan Heru Hidayat dianggap telah merugikan negara berdasarkan default produk tabungan JS per Desember 2019 sebesar 12,4 triliun tameng Indonesia.

Benny dan Heru diyakini telah bekerja sama dengan Jiwasraya dan banyak manajer investasi yang mengelola dana Jiwasraya untuk mengeksekusi harga “saham” dan mengintervensi keputusan investasi Jiwasraya.

Biografi Heru Hidayat

Kejaksaan menahan Komisaris Presiden PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat. Dia ditahan bersama empat tersangka lainnya, termasuk Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Harry Prasetyo, dan mantan pejabat Jiwasraya Syahmirwan. Lima di antaranya merupakan tersangka kasus korupsi yang melibatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Kuasa hukum Heru, Susilo, di Gedung Kejaksaan Agung, Selasa, mengatakan, “Kami kecewa pagi ini hanya dipanggil sebagai saksi.” Soesilo tidak mau menjelaskan peran Heru dalam kasus tersebut. Ia mengatakan: “Tidak bisa dijelaskan karena sudah masuk dalam materi ujian.”

Penyelidikan kasus ini bermula dari kegagalan Jiwasraya membayar klaim polis JS Savings Plan senilai total Rp 802 miliar pada Oktober 2018. Jumlah default terus bertambah. Sejak Oktober 2019 hingga November 2019, klaim polis asuransinya gagal membayar Rp 12,4 miliar. Selain keliru menentukan harga produk, Kejaksaan Agung juga menemukan perusahaan asuransi milik negara itu memilih investasi berisiko tinggi demi memperoleh keuntungan besar.

Bloomberg melaporkan bahwa profil pribadi Heru Hidayat juga merupakan presiden direktur PT Inti Agri Resources Tbk, presiden direktur PT Maxima Integra Investama, direktur PT Maxima Agro Industri, dan direktur utama PT Gunung Bara Utama. Ia juga menjabat sebagai Komisaris Utama PT Inti Kapuas Arwana Tbk. Posisi ini dipegang hanya selama delapan bulan hingga akhir Desember 2005. Di saat yang sama, Heru juga menjabat sebagai Direktur PT Plastpack Ethylindo Prima (2000-2005), Direktur Utama PT Inti Indah Karya Plasindo (2004-2005), dan PT. Direktur Inti Kapuas Arowana (2004-2005). Sehubungan dengan kasus Jiwasraya, Heru adalah satu dari sepuluh orang yang dilarang meninggalkan negara itu. Ia sempat frustasi karena perusahaan asuransi milik negara berinvestasi pada produk berisiko tinggi, salah satunya saham Trada Alam Minera atau TRAM.

Kantor Audit Agung menemukan dalam audit tahun 2016 bahwa Givaslaya juga berinvestasi pada 14 reksa dana dengan Inti Agri Resources atau IIKP. Total kepemilikan Perusahaan Benih Ikan Arwarna telah mencapai 49,26%. BPK menemukan likuiditas perseroan buruk dan kinerja perseroan terus merugi. Saat ini IIKP juga menguasai pangsa pasar. Salah satu pemegang saham IIKP yang ada adalah PT ASABRI (Persero). Data Stockbit menunjukkan TNI, Porri, dan PNS, perusahaan asuransi jiwa Kementerian Pertahanan, memiliki 5,44% IIKP. Asabri saat ini menarik perhatian, karena bidan koordinator politik, hukum, dan hak asasi manusia Mahfud Md mengatakan perusahaan asuransi milik negara itu diduga melakukan korupsi, dan besaran korupsi mencapai 10 triliun rupiah. Dia berkata: “Modus operandinya sama (sama dengan Givaslaya), bahkan ada beberapa orang yang sama.”

Berita Isu Terkini